Selasa, Januari 27
I.
bapak, mencintai puterimu adalah mencintai harum dalam kopimu, menguap di hati, mengental dalam candu mimpiku yang rumit. menguraikan hari menjadi senja ketujuh, di pengap udara, dan semakin dalamlah segala rinduku, seperti harum kopimu yang kau tunggu di ruang tamu.
II.
bapak, mencintai puterimu adalah mencintai isapan cerutu di mulutmu, yang bergerak menahan degup jantungku, berkejaran antara gelisah sepiku, sebagai gumpalan asap yang membiaskan cinta, akan rindu yang tertera di ujung api cerutu. pada candu yang mengendap utuh di nafasku.
III.
bapak, memiliki puterimu adalah kamu yang memiliki petuah dari ibu. teringat selalu, akan cepatnya waktu, cepatnya jalan mengejar masamu. seolah kopi dan cerutu yang membuat tenang sepi rindu masa tuamu.
IV.
bapak, mencintai dan memiliki puterimu, adalah dulu, ketika kau bercerita pada ibu, tentang cucu-cucumu, yang lahir dari mimpi mudamu terhadap dia dan aku, dalam tangis pertama malammu. puterimu cintaku, kupinta ikhlas darimu.
V.
bapak, mencintai puterimu, adalah mencintai kamu, akan cucu-cucumu darinya dan aku, akan percayamu padaku.
Kamis, Januari 22
ilalang tanpa akar, berbunga
di hati sembilu, bergerak melengkung
mengepung, aku teriris
namun kau tak tahu
angin menjadikan dingin
dan aku asing, sendiri
di sia matahari
dan mimpi kembali
usang, gugur, membekap
remukku lebur, nama
lenyap, nama kabur
di matamu yang cerlang
hatimu dan hatiku
bagai sepasang angsa kasmaran
berenang, menguraikan sajak-sajakku
di dasar telaga, menjadikannya
harum teratai, tempat
rindu cinta kita, berhadapan paham
sebagaimana mimpi tenggelam
menguapkan kesepian kita
yang asal, yang terbakar
seperti itulah dinda
kiranya kita membuat
cinta yang utuh, berpegangan
akan hati yang erat, selamanya
pandanganmu jatuh sempurna
di tanganku
Rabu, Januari 21
kau dan aku harus paham
kemana arah telah
membuat kita saling mengerti
terhadap cinta sekali lagi
aku inginkan darimu
sebuah kenyataan, begitupun aku
akan meramalkan kehidupan
dan pada awalnya, kita kosong
akan kembali seperi dulu
dalam cinta, dalam matamu
aku tahu, kita akan berpegangan
selamanya, selamanya tentang
anakcucu kita
yang menguap di atas ranjang
Senin, Januari 19
Ungu, inilah dekapanku
dekapan tanpa saksi
agar dapat membenarkan
tanganku mendekapmu
untuk menjadikannya lebih erat
karena pesan-pesan kita
masih samar dan sempit
dan seakan-akan
kesepian yang terus bertahan
di atas mimpi, bersama
rindu yang mati dalam cinta itu
Sabtu, Januari 17
untuk n.a bagi Rozi
namamu adalah suara
yang pupus
dalam jejak dalam puing
angan dan desau pudar
membuat tubuhku
diam meluruskan
kata-kata
setelah hujan
dingin sudah
hati yang tertinggal
di ruang kosong
mencari namamu
serasa asing bagiku
Jumat, Januari 16
dinding-dinding malam
mengepung tubuhku
akan cinta, mengembara
menyebut bayang-bayang
di kamar sempit
mengatup perlahan nyanyi rindu
mengeja satu persatu
luka yang nganga, perihpun beku
menghadapi kesepian, aroma tubuhmu
terasa samar, membekap utuh dalam kabut jasadku, keluarlah
ruhku bertahan sendiri
mengubah malam tanpamu
aku menjelma sebagai serigala
mencari dirimu, di taman kota, di sungai-sungai,
bunga-bunga, meja belajar, kamar sempit,
tapi kau tak ada, dan aku sia-sia
perasaan mengubahku untuk bicara
dan bicara membuatku ada
Selasa, Januari 13
kueja lagi namamu
yang telah pudar
dalam ingatan
tapi, kata dan bahasa
menjadi sia-sia
ketika sungai itu
hilang dalam kabut
sukmamu yang jauh
tenggelam di masalalu, bersama
puisi yang mengeras sendiri, aku
mencari harum tubuhmu
yang menguap di antara mimpi
remaja kita, aku muara kecil
tak bernama, manakala
kau tak ingin kembali
menjadi kekasih
yang dapat kueja lagi
namamu, dalam sukmaku, cinta
menjelma sebagai perahu
membawa rindu itu
bertolak ke hulu
kini, aku merasakan
perburuan akan terjadi
membuat malamku berdiri
sembunyi di antara semak belukar
yang bertahun-tahun
menemani kesunyianku
dalam mirat jauh
dan membuat lagi musim
tempat bunga-bunga
dan lembah baru, yang sanggup
memberiku arti, bahwa hidup
adalah tantangan, bukan hidup
menjalani takdir, sebagai perjalanan
yang akan meleleh, memanjang
sendiri, menjadikannya
makna perenungan
dan mampu mengubah kehidupan, walau
tangan ini masih terlalu kecil, untuk
mengalahkan waktu
yang peralahan sederhana
mengintai kau dan aku
karena namamu
begitu sulit untuk kueja lagi
dalam sajak mudaku
Jumat, Januari 9
ialah malam tak ada yang mampu
berlabuh jauh sampai ke sauh, dingin
menguap di atas ranjang
menjadikannya mimpi
seperti bulan yang gugur
di daun pintu
Senin, Januari 5
seperti mawar yang gugur
menyatu bersama tanah
bumi menolaknya sebagai cinta
yang bermukim sampai lalu
terbang jauh tinggalkan
sepi hujan
bertahan sedu sedan
dalam janji itu
Minggu, Januari 4
di tepi laut yang tak pernah kita kenal
cinta yang selama ini kita simpan
akan menjadi kenyataan
kau dan aku, berjumpa di sana Amalia...
bersama garam pantai
yang sembunyi di pohon bakau
kehidupan bergantian perlahan
persis seperti puisi-puisiku
cinta itu mekar dalam laut jiwamu
sementara aku berlabuh di utara
bersunyi senyap dalam siluetmu
melalui angin perahu
yang sebenarnya adalah rindumu
begitu indah Amalia, di tepi laut
takdir mengubah karang dan ombak
berhadapan, kau dan aku begitu mengerti
bagaimana camar membumbung tinggi
membawa kabar pengantin kita
pada ibu kita yang melayu
seperti itulah, kalbumu dan kalbuku
menyatu membatu
merekapun paham tentang itu
ke tanah asal ibu, dengan cinta, dengan rindu
menyemai semangatku menjadi apimu
kukenang kau pernah mengisi sajakku, Ni
dalam dekapku, kau tulis kata
yang bersajak tentangku
di diari biru, boneka merah jambu
dan sebuah cincin yang pernah kau beri untukku
semua masih terkenang rapi
dalam kamar sajakku
tapi kenangan adalah sisa kenyataan
yang tertanam beku, pada sunyi
takkan buat aku mati
Sabtu, Januari 3
kuraih malam yang samar
yang semakin kelabu
menulis lagi sajak, menulis
menyampaikannya pada langit
yang berbadan tujuh
tentang kabar
menyebar sukma
dan membakar lelap sepuluh
o bintang ungu
apakah kau mendengar
zikir cinta yang hanya
bergetar dalam tingkap terjauh
untuk mengetuk cintamu
menjadi cintaku...
dalam puisi ini
makna cintaku terurai
menjadi kerinduan
yang membakar mataku
berharap kau jatuh
dalam kabut
jasadku